Selasa, 15 November 2016

di persoka

Sepulang dari Pak S, majikanku yang pertama, hampir enam bulan nganggur di desa. Lama-lama aku merasa tak betah. Selain karena dikejar-kejar untuk segera menikah aku juga tidak memiliki kesibukan selain membantu ortu di ladang atau masak. Rasanya tidak ada seorang pun pemuda desaku yang menarik hati. Kalau nikah dengan mereka, pasti masa depanku tak jauh beda dengan ibuku. Aku tidak berminat. "Aku harus lebih maju dari mereka!" tekadku.Maka aku segera cari lowongan kerja di koran. Namun dengan ijazahku yang hanya SLTP lowongan yang sesuai hanya prt (pembantu rumah tangga). Setelah pamit dan berbekal tekad menggebu akupun menuju ke alamat salah satu pemasang iklan yang tinggalnya di kota terdekat dengan desaku. Rumah itu besar. Kupijit bel di gerbang dan keluarlah wanita 40 tahunan. Yang membuatku agak terkejut, ternyata ia berwajah seperti bintang film india yang sering kulihat di teve. Ada tanda titik di dahinya."Benar di sini cari PRT, bu?" tanyaku."Benar, dik.""Saya mau melamar, bu," sambungku. Ia mengamatiku sebentar."Mari masuk dulu, dik," ajaknya."Namamu siapa? Kamu dari mana?" tanyanya. Akupun menjelaskan diriku apa adanya, kecuali tentu saja pengalamanku dua tahun menjadi prt Pak S."Baik, kamu saya terima, Nul. Dengan gaji 300 ribu sebulan, tapi kamu harus menjalani masa percobaan sebulan. Kalau tidak ada masalah akan saya pakai terus. Bagaimana?" katanya. Akupun langsung mengangguk, soalnya gaji 300 ribu buat seorang prt sangat tinggi menurutku. Dulu dengan Pak S pun aku hanya digaji 200 ribu, tentu saja di luar "tips (baik berupa uang maupun barang)" yang kuterima karena pelayanan seksku.Kamarku di bagian belakang. Setelah istirahat sejenak, akupun mulai membantu pekerjaan ibu tadi yang namanya ternyata Kumari, seorang keturunan India. Menurutnya ia tinggal di situ bersama suami dan 2 anak laki-lakinya yang buka toko konveksi. Seminggu bekerja di situ, aku mulai mengenal anggota keluarganya. Suami Bu Kumari bernama Pak Anand, dan dua anaknya laki-laki Vijaydan Kumar. Kalau melihat mereka sekilas aku jadi ingat artis Syahrukh Khan. Ganteng dengan tubuh tinggi tegap atletis dengan bulu-bulu di dadanya. Orang India memang terkenal cantik dan ganteng. Akupun semakin suka pada keluarga itu karena mereka ternyata ramah. Bahkan tak jarang aku diajaknya makan malam bersama semeja."Minumlah ini madu India, supaya kamu gak gampang cape," ajak Bu Kumari pada suatu acara makan malam bersama sambil memberiku segelasminuman berwarna kuning emas. Aku ragu-ragu menerimanya. Sementara anggota keluarga lain sudah mengambil segelas masing-masing."Ini memang minuman simpanan kami, Nul. Tidak boleh terlalu sering diminum, malah tidak baik. Dua minggu sekali cukuplah soalnya pengaruhnya luar biasa.. ha.. ha.. ha..!" Sahut Pak Anand disambut tawa Vijay dan Kumar."Kamu akan rasakan khasiatnya nanti malam, Nul," sambung Vijay tanpa kuketahui maksudnya. Lagi-lagi disambut tawa mereka sambil masing-masing mulai minum, kecuali Bu Kumari. Akupun pelan-pelan mencicipnya. Ada rasa manis dan masamnya. Memang seperti madu, tapi setelah minum beberapa teguk aku juga merasakan badanku hangat malah agak panas. Semua menghabiskan minumannya, maka akupun juga berbuat demikian. Baru setelah itu kami makan malam."Tidurlah kalau kau cape, Nul," perintah Bu Kumari setelah kami selesai cuci piring jam 8 malam. Tidakbiasanya aku tidur sepagi itu, tapi entah kenapa akumerasa mataku berat dan perutku panas. Aku masuk kamar dan rebahkan diri. Tapi rasa panas di perutku ternyata malah menjadi-jadi dan menjalar ke seluruh tubuhku. Aku tak tahan untuk tidak meremas payudaraku mengurangi rasa panas itu. Kemudian juga meremas-remas seluruh tubuh sampai seputar bawah pusar dan pahaku. Ingatanku segera melayang pada remasan-remasanPak S. Sudah cukup lama aku tak bersetubuh dengan laki-laki itu, apakah sekarang initubuhku sedang menuntut? Gawat, pikirku, kalau benar itu terjadi. Selama ini aku hanya melakukan hubungan seks aman dengan Pak S. Belum pernah dengan pria lain